karena blogspot gitu-gitu aja dari dulu dan udah ga asik, maka silakan ke
hehbay.wordpress.com
makasih manteman, bye bye blogspot :)
hehbay.wordpress.com
makasih manteman, bye bye blogspot :)
Ya semua pasti ada hikmahnya. Apa apa pasti ada, ya kan? Sakit ya biar istirahat. Ngga punya uang biar besok belajar hemat. Ngga lulus ya biar belajar lagi. Bangun kesiangan ya besok-besok jangan begadang.
Semakin kesini, semakin sadar bahwa ya ngga semua bisa kamu samain. Hikmah emang harus diambil setiap saat. Tapi harusnya sih ngga cuma diambil doang terus dibuang. Atau dibiarin di kulkas sampai kadaluarsa. Sampai busuk. Saking busuknya, sampai kamu males buang ke sampah karena sudah bau. Kalau memang hikmah diambil, ya harusnya dipegang terus. Biar kalau salah ga diulangin, kalau udah bener ya biar tambah bener. Tapi nyatanya, ya emang ga gampang. Mengambil pelajaran emang gampang, mengaplikasikan pelajaran yang didapat pada pengalaman selanjutnya, itu susah. Apa yang kamu bilang sebagai pelajaran, ya ga bisa disamain ketika kamu mengalami hal yang dulu bisa kamu ambil pelajarannya. Sama kayak alarm yang terus-terusan kamu snooze tiap pagi, padahal kamu tahu masang alarm jam segitu buat apa.
Tapi ya ga sesusah itu juga harusnya. Semakin kesini, semakin sadar bahwa memang ada saatnya untuk begini dan begitu karena pengalaman yang lalu-lalu terbisik lagi. Supaya kamu jadi dewasa. Supaya kamu makin bijak. Kalau di sekolah, pelajaran selalu diulang-ulang biar kita mudeng, mungkin memang juga kaya gitu. Harus bener-bener didalami. Dingertiin. Kita emang ga akan pernah lepas dari salah. Tapi ga ada salahnya juga kalau setelah ini, kita semakin ngerti kemana langkah yang bakal diambil. Karena kadang, jalan yang kita ambil ga selalu gampang buat atret terus balik arah.
Semakin kesini, semakin sadar bahwa ya ngga semua bisa kamu samain. Hikmah emang harus diambil setiap saat. Tapi harusnya sih ngga cuma diambil doang terus dibuang. Atau dibiarin di kulkas sampai kadaluarsa. Sampai busuk. Saking busuknya, sampai kamu males buang ke sampah karena sudah bau. Kalau memang hikmah diambil, ya harusnya dipegang terus. Biar kalau salah ga diulangin, kalau udah bener ya biar tambah bener. Tapi nyatanya, ya emang ga gampang. Mengambil pelajaran emang gampang, mengaplikasikan pelajaran yang didapat pada pengalaman selanjutnya, itu susah. Apa yang kamu bilang sebagai pelajaran, ya ga bisa disamain ketika kamu mengalami hal yang dulu bisa kamu ambil pelajarannya. Sama kayak alarm yang terus-terusan kamu snooze tiap pagi, padahal kamu tahu masang alarm jam segitu buat apa.
Tapi ya ga sesusah itu juga harusnya. Semakin kesini, semakin sadar bahwa memang ada saatnya untuk begini dan begitu karena pengalaman yang lalu-lalu terbisik lagi. Supaya kamu jadi dewasa. Supaya kamu makin bijak. Kalau di sekolah, pelajaran selalu diulang-ulang biar kita mudeng, mungkin memang juga kaya gitu. Harus bener-bener didalami. Dingertiin. Kita emang ga akan pernah lepas dari salah. Tapi ga ada salahnya juga kalau setelah ini, kita semakin ngerti kemana langkah yang bakal diambil. Karena kadang, jalan yang kita ambil ga selalu gampang buat atret terus balik arah.
An old Cherokee is teaching his grandson about life. “A fight is going on inside me,” he said to the boy.
“It is a terrible fight and it is between two wolves. One is evil – he is anger, envy, sorrow, regret, greed, arrogance, self-pity, guilt, resentment, inferiority, lies, false pride, superiority, and ego.”
He continued, “The other is good – he is joy, peace, love, hope, serenity, humility, kindness, benevolence, empathy, generosity, truth, compassion, and faith. The same fight is going on inside you – and inside every other person, too.”
The grandson thought about it for a minute and then asked his grandfather, “Which wolf will win?”
The old Cherokee simply replied,
“The one you feed.”
- Old Cherokee Proverb -
Suatu hari di suatu kota di eropa utara. Ini sedang musim dingin, tapi tidak seperti yang kamu bayangkan, tidak ada salju disini. Walau begitu, udara tetap saja dingin. Mungkin minus 4 derajat celcius. Itu di suatu intersection. Trem dan bis datang dan pergi silih berganti. Jam tanganmu menunjukkan pukul 5 sore, tetapi matahari sudah terbenam dari beberapa jam yang lalu.
Tiba-tiba, ada perasaan asing dalam dirimu.
Natal sudah hampir seminggu berlalu, tetapi alunan lagu-lagu choir natal masih mengisi speaker beberapa toko di sudut jalan. Pelan dan menentramkan. Pohon cemara yang dihias lampu dan berbagai macam hal itu masih bertengger disana. Di tengah plaza kota. Dan mereka juga. Beberapa pengemis yang sedari tadi duduk di ujung-ujung gelap jalan itu. Menengadah dalam selimutnya. Dalam kesendiriannya. Dalam orang-orang yang lalu lalang untuk berpura-pura tidak melihat apapun pada ujung jalan itu.
Pada semua ini. Pada hidup yang mengalir dalam aliran sungai yang kamu tak tahu kemana muaranya. Pada agama yang kamu pegang selama ini. Pada masa depan yang kamu kejar selama ini. Kamu pikir kamu sudah mengerti kemana semua ini akan pergi ketika kamu mulai memilih jalan yang itu. Ketika rencana-rencana sudah tersusun. Ketika kamu mulai memutuskan untuk melangkah maju.
Seakan-akan kamu tahu segala yang akan terjadi. Seakan-akan. Tapi kamu tidak. Kamu tidak bebas dari ruang dan waktu. Kamu masih di tempatmu. Dalam detik demi detik yang tidak akan bisa kamu kabur secepat apapun kamu coba.
Menyadari dirimu saat ini, kamu bukan lagi kamu yang dulu. Rentetan peristiwa seolah menjadi rantai dimana, setiap langkah yang ambil, setiap waktu yang kamu habiskan, setiap nafas, setiap momen, setiap detik, setiap peristiwa yang kamu tak bisa ulangi, adalah apa yang membentukmu hingga hari ini. Setiap hal, baik yang kamu sesali atau syukuri, adalah apa yang membuatmu berdiri disini. Di intersection ini, dalam alunan lagi choir natal yang diulang-ulang, dan pengemis yang tetap duduk dalam selimutnya.
Tiba-tiba, sangat tiba-tiba, kamu rindu akan berisiknya Jakarta. Tiba-tiba kamu ingin berbicara dengan tukang nasi goreng di ujung jalanan sebelah sana. Berbicara tentang hidup yang lucu sambil makan mi godog jawa yang masih hangat.
Menertawakan kita yang tak juga dewasa. Menertawakan masa lalu yang tak akan membuatmu maju. Menertawakan tujuan hidup yang kamu juga tak akan tahu.
Dalam langkahmu.
Dalam langkahmu.
Dalam langkahmu.
Hej!
Mumpung blog udah di update layoutnya jadi agak kece, sepertinya ini waktu yang pas buat nulis lagi setelah pindahan gara-gara entah kenapa sekolah lagi. Pindah negara. Ke Swedia. För Sverige - i tiden.
3 bulan di Gothenburg, lumayan juga udah lihat beberapa hal yang mungkin bisa dibikin cerita. Buat postingan pertama, paling enak mungkin bahas beberapa hal yang langsung kelihatan beda dari kampung halaman. Hal-hal yang kayaknya simpel dan mungkin suatu saat bisa dibikin juga disana.
Karena niatnya kesini buat sekolah, maka cerita tentang sekolah dulu. Referensi dari Chalmers (tempat saya kuliah sekarang), sebenernya kuliah disini ga beda-beda jauh sama di Indonesia. Kuliah biasa, dengerin dosen (slide ppt-nya juga biasa aja, ga yang wah gitu), kadang-kadang dikasih tugas, kadang-kadang study visit, kadang-kadang ada dosen tamu, terus pada akhirnya ada exam (atau home exam). Bedanya, disini (dan negara-negara eropa lain mungkin) pakai sistem quarter. Artinya, 1 tahun ada 4 period. 1 period biasanya dapet 2 makul (kecuali jurusannya Titis di arsitek sana yang sistemnya beda sendiri). Jadi 2,5 bulan sekali ada exam. Anjir sih emang karena jadi buru-buru banget belajarnya (tapi ini malah nulis blog). Kalo telat dikit agak ribet ngejarnya. Kayak kemarin di period 1 masih sante-sante, akibatnya mungkin 2 makul kayaknya failed (sampe tulisan ini ditulis belom dipublish hasilnya huhu). Tapi masih maen game sama nonton film sih tetep, disempet-sempetin. Yang beda lagi mungkin soal disiplin. Dosen biasanya udah masuk kelas 10 menit sebelom pelajaran mulai buat nancep-nancepin kabel laptop ke proyektor dan siap-siap. Misal di jadwal mulai jam 8 pagi, jam 8 teng doi udah mulai start ngomong. Kece. Terus bedanya lagi, disini bisa kuliah 4 jam berturut-turut dengan makul yang sama. Tapi tiap 45 menit ada break 15 menit. Mayan bikin seger kalo udah ngantuk banget. Bisa beli kopi dulu di Linsen harga 10 SEK sebelom lanjut kuliah lagi nanti. Atau nanya-nanya ke dosen kalo belom ngerti. Atau mungkin solat kalau belum di SU.
Dulu waktu sebelum dateng kesini, katanya disuruh lihat västtrafik buat transport disini nanti. Mengingat kontur Gothenburg yang berbukit-bukit, pasti ga enak buat naik sepeda. Jadi mau ga mau harus ngerti gimana transportasi umum disini. Seperti kamu juga mungkin, pertama kali website nya sih langsung kayak wtf ini apaan. Udah ganti english pun tetep ga ngerti. Tapi ternyata setelah nyampe sini simpel juga ternyata. Jadi di Gothenburg, transportasi umum semacam dimonopoli sama si västtrafik tadi (kayaknya kota lain beda lagi). Jadi mau kamu naik bis, trem, kapal (iya kapal) semua diatur sama västtrafik. Kamu cukup beli kartu västtrafik (450 SEK sebulan), ngetap mesin sekali buat aktifin, terus udah deh bebas naik apa kemana selama masih di Gothenburg sampe sebulan kedepan. Jadi misal suatu saat entah kenapa pengen naik bis dari Mejerigatan, terus pindah naik trem di Korsvägen ke Saltholmen, terus pengen ke island hopping naik kapal, yaudah ga usah bayar-bayar ekstra lagi. Tinggal naik duduk tenang damai karena si sopir ga bakal ngecek kartumu. Ga ada transaksi di dalem bis. Technically, kamu bisa naik aja langsung tanpa bayar kalo ga bawa kartu, tapi sewaktu-waktu secara random ada petugas yang ngecek kartumu aktif ngga. Kalo pas bejo ga bawa atau udah abis masa aktifnya, bisa kena denda kalo ga salah 1250 SEK, lupa. Artinya, siap-siap puasa 3 minggu. Btw, ada pilihan lain dari tiket harian, 1 bulan, 3 bulan, atau kalau ngga sering-sering amat bisa beli saldo terus bayar sekali ngetap 26 SEK buat 90 menit kemanapun naik apapun.
Waktu hari pertama sekolah di acara apasih itu namanya, semacam penerimaan mahasiswa baru, si Abhyram (mungkin typo), MC acara waktu itu, nyebut si rektor cuma pakai nama doang, "dipersilakan waktunya ke Stefan!". Gapake pak ato mister. Disini ternyata hubungan sesama manusia agak santai, ga terlalu butuh formalitasi ini itu. Jadi manggil siapa aja gausah ribet pake mas mbak pak bu. Lumayan enak walau kadang canggung juga. Dosen juga jarang banget pake baju formal. Paling hem biasa, malah kadang sweater ato kaosan. Mahasiswanya yang malah kadang kelewat rapi karena, you know, fashion. Soal bahasa, disini rata-rata pada fasih bahasa inggris. Ga semua sih, kadang ada yang ga bisa juga. Fasih tapi ga yang banget-banget juga karena kadang mereka juga masih sering pake google translate kalo nulis laporan. Bedanya, google translate svenska-english sepertinya lebih kece dari indonesia-english. Terus, jumat malem atau kalo emang selo biasanya pada fika. Semacam kongko di kafe minum kopi (atau apalah yang lain) dan kue manis, biasanya kannebular. Btw saya baru sadar, fika ternyata kaffe (kopi di Svenska) dibalik. Kaffe-ka-ffe-ka-ffe-ka-fi-ka. Fika. Ikut-ikut kera ngalam mungkin. Sama disini sering party. Kayak, apa-apa bisa dijadiin alesan buat party. Penerimaan maba, halloween, party international student, ultah temen, pubcrawl, dsb dsb. Di kosan bahkan tiap hari rabu ada party di pub bawah. Saya ga pernah ikut karena cupu. Mungkin kapan-kapan.
Kenapa 2 bulan pertama? Karena ngurus bank disini super ribet. Pertama, dateng-dateng kamu harus bikin personnumer. Jadi di Swedia, tiap orang yang ada disini punya personal number pribadi yang terkoneksi ke seluruh fasilitas disini mulai dari rumah sakit, bank, kantor-kantor lain, dll dll. Ga gitu ngerti sih tapi gitu deh. Bikin personnumer aja bisa ngabisin 2-3 minggu. Abis jadi, kamu harus bikin idkort. Kalau personnumer cuma nomer doang, idkort ini semacam KTP fisiknya. Ini juga sama 2-3 minggu baru jadi. Sebenernya ga ribet sih ngurusnya, tapi masa tunggunya aja yang lama. Tapi yang kece pelayanannya sih. Begitu kamu dateng, langsung diarah-arahin sama petugasnya yang jemput bola gitu (yang bajunya ga formal, jadi keliatan cakep) nanya perlunya apa dsb dsb. Cepet banget, di kantor sverket ga ada setengah jam udah kelar. Detailnya kalau mau tahu mungkin kapan-kapan deh, atau googling aja mungkin lebih bener hehe. Nah, abis idkort jadi, baru ke bank ngurusin account. Karena dulu sebelum punya personnumer ngotot bikin akun bank demi bisa dapet uang hidup dari LPDP, jadi waktu itu dibolehin pake personnumer fiktif. Tapi pas idkort udah jadi, jadi harus diverifikasi ulang yang makan waktu lagi. Total ada 2 minggu sampai akhirnya dapet kartu dan pin-nya yang dikirim terpisah. Fiuh akhirnya bisa belanja dengan nyaman. Bisa belanja online dan beli tiket konser dengan lancar. Hore.
Mungkin itu dulu. Ada banyak sih yang pengen diceritain lagi, kayak soal buang sampah, equality disini, hal hal sustainability, bersihin pup pake tisu kering, dan lain-lain. Mungkin lain kali kalau lagi kena distraksi lagi pas garap tugas seperti saat ini.
Hej do!
Mumpung blog udah di update layoutnya jadi agak kece, sepertinya ini waktu yang pas buat nulis lagi setelah pindahan gara-gara entah kenapa sekolah lagi. Pindah negara. Ke Swedia. För Sverige - i tiden.
 |
cie di yurop
|
Sekolah
 |
hawa-hawa pas exam week
|
Transportasi
 |
| trem, baru sadar ga punya foto transportasi disini yang agak proper |
Bersosialisasi
 |
| bukan party sih ini |
Belanja
 |
| di restoran Ikea, ga beda jauh sama yang ada di alam sutra kok |
2 bulan pertama disini bagi mahasiswa baru mungkin akan berasa kuno banget karena bayar apa-apa pake duit fisik. Karena hampir semua transaksi disini cashless. Bahkan misal cuma beli chips 8 SEK, biasanya orang-orang tetep bayar pake kartu karena jarang banget yang bawa cash. Bahkan di kampus saya, semua transaksi harus cashless, ga boleh pakai duit fisik. Cara bayar cuma bisa pake kartu atm ato kartu mahasiswa yang bisa diisi saldo (yang belinya saldo-nya juga ga boleh pake duit fisik, ribet ga sih?). Enak ga enak sih. Ga enaknya buat maba yang belom punya kartu bank, jadi agak terbatas buat beli ini itu karena mereka lebih prefer cashless. Tapi enaknya juga kalo kartu bank udah jadi, apa-apa jadi ga ribet, tinggal gesek beres. Agak bahaya kalo ga ngontrol karena ga ngantongin duit fisik. Kalau kamu misal nanya lah terus kalo pengen bayar patungan gimana? atau mau ngutang masa transfer dulu kan ribet? Disini ada app namanya Swish. Kamu bisa transfer duit via nomer telpon pake smartphone-mu, pencet pencet dikit terus beres ga pake ribet.
Personnumer dan Bank
 |
| ga ada foto yang nyambung, tapi kayaknya bank ga jauh-jauh dari situ |
Mungkin itu dulu. Ada banyak sih yang pengen diceritain lagi, kayak soal buang sampah, equality disini, hal hal sustainability, bersihin pup pake tisu kering, dan lain-lain. Mungkin lain kali kalau lagi kena distraksi lagi pas garap tugas seperti saat ini.
Hej do!
Di suatu malam, di padang rumput, di 2950 meter di atas permukaan laut. Udara sedang dingin-dinginnya dan langit sedang banyak bintang. Bara api masih sedikit menyala, sisa api unggun dua jam yang lalu. Kopi sudah sedikit dingin. Di dekat situ, lampu yang sedari tadi menyala di tenda-tenda sebelah mulai meredup, seiring juga dengan tawa-tawa mereka yang mulai menghilang. Tapi kamu masih di situ. Duduk begitu saja di atas matras karet. Di luar.
Apa yang kamu pikirkan?
Jarum pendek di jam tanganmu hampir menunjukkan angka empat. Sementara kamu masih terjaga. Sambil memanaskan air untuk gelas kopimu yang kelima, dan meniup sisa bara untuk melawan udara yang semakin dingin. Sebenarnya kamu bisa masuk ke dalam tenda yang hangat. Tapi kamu merasa sayang untuk melewatkan ini semua. Sementara dari handphonemu, Alice Boman mengalir menemanimu.
Apa yang kamu inginkan?
Berkas merah mulai menyeruak, menembus mega. Langit yang hitam pelan-pelan menjadi ungu kejinggaan. Bukit-bukit hijau di sekelilingmu mulai terlihat. Daun-daun di bunga edelweiss seolah beku dengan embun-embun yang menempel di sekitarnya. Kamu mulai berdiri. Melepas jaket lapisan terluar. Merasakan udara dingin menghujam masuk ke dalam tubuhmu. Kamu berjalan ke arah depan, ke dekat jurang. Menembus semak-semak kecil. Menuju sumber berkas cahaya itu.
Apa yang kamu rasakan?
Dari balik awan yang gelap, matahari mulai terbit.
Ada perasaan romantis yang kamu rasakan secara spontan. Kamu duduk diam memandang ke arah timur. Kamera yang ada di tanganmu, kamu biarkan begitu saja. Kamu hanya diam, dan tersenyum. Sinar matahari pelan-pelan menerpa tubuhmu. Dan udara,
dan udara,
pelan-pelan menjadi hangat.
Dan sementara itu di timur sana.
Jauh di timur sana.
Di balik matahari yang terlihat dekat itu. Kamu letakkan hatimu pada seseorang yang juga sama denganmu. Duduk diam menunggumu dalam do'anya ketika subuh.
Kepadanya, kepada rindu itu, kamu kembali ke tendamu.
Kamu mengambil tas ranselmu. Mengambil minuman dan makanan kecil secukupnya. Lalu bersiap-siap melanjutkan perjalananmu ke atas. Ke puncak. Sebelum nantinya kamu akan kembali ke haribaan.
--foto oleh di ambil dari kamera Addinaf
Apa yang kamu pikirkan?
Jarum pendek di jam tanganmu hampir menunjukkan angka empat. Sementara kamu masih terjaga. Sambil memanaskan air untuk gelas kopimu yang kelima, dan meniup sisa bara untuk melawan udara yang semakin dingin. Sebenarnya kamu bisa masuk ke dalam tenda yang hangat. Tapi kamu merasa sayang untuk melewatkan ini semua. Sementara dari handphonemu, Alice Boman mengalir menemanimu.
Apa yang kamu inginkan?
Berkas merah mulai menyeruak, menembus mega. Langit yang hitam pelan-pelan menjadi ungu kejinggaan. Bukit-bukit hijau di sekelilingmu mulai terlihat. Daun-daun di bunga edelweiss seolah beku dengan embun-embun yang menempel di sekitarnya. Kamu mulai berdiri. Melepas jaket lapisan terluar. Merasakan udara dingin menghujam masuk ke dalam tubuhmu. Kamu berjalan ke arah depan, ke dekat jurang. Menembus semak-semak kecil. Menuju sumber berkas cahaya itu.
Apa yang kamu rasakan?
Dari balik awan yang gelap, matahari mulai terbit.
Ada perasaan romantis yang kamu rasakan secara spontan. Kamu duduk diam memandang ke arah timur. Kamera yang ada di tanganmu, kamu biarkan begitu saja. Kamu hanya diam, dan tersenyum. Sinar matahari pelan-pelan menerpa tubuhmu. Dan udara,
dan udara,
pelan-pelan menjadi hangat.
Dan sementara itu di timur sana.
Jauh di timur sana.
Di balik matahari yang terlihat dekat itu. Kamu letakkan hatimu pada seseorang yang juga sama denganmu. Duduk diam menunggumu dalam do'anya ketika subuh.
Kepadanya, kepada rindu itu, kamu kembali ke tendamu.
Kamu mengambil tas ranselmu. Mengambil minuman dan makanan kecil secukupnya. Lalu bersiap-siap melanjutkan perjalananmu ke atas. Ke puncak. Sebelum nantinya kamu akan kembali ke haribaan.
--foto oleh di ambil dari kamera Addinaf
Maka teruslah bergerak, jangan stagnan!
