kasur yang berbisik

11:21 PM



Dulu, 4 jam sebelum kereta saya beranjak menuju Semeru, saya juga menulis di blog lama saya. Isinya tentang bagaimana saya yang waktu itu masih di tahun pertama kuliah, pertama kalinya meninggalkan zona nyaman saya untuk mendaki gunung tertinggi di pulau Jawa. Saya bersama 3 orang teman yang juga baru akan kesana pertama kali. Ada Fikar, Vista, dan Cocom ('c' dibaca kaya ngucapin cendol). Vista dan Cocom adalah adik kelas saya di SMA yang waktu itu baru lulus SMA, dan Fikar adalah teman sekelas di SMA juga, yang sama juga teman satu organisasi di Vachera. Dulu, pada 4 jam sebelum berangkat tersebut, TV masih menyala, masih online facebook di rumah, dan dari speaker juga masih keluar musik-musik dari winamp. Kasur masih lecek dan selimut masih berantakan bekas tidur semalam. Dulu, ada rasa was-was untuk meninggalkan zona nyaman ini. Zona nyaman yang bernama rumah.

Sekarang, beberapa jam lagi saya juga akan pergi. Tapi kali ini bukan untuk naik gunung seminggu. Kali ini tidak ada itinerary yang pasti. Tidak tahu kapan akan kembali juga. Yah, nggak sengeri itu juga sih. Bukan ke hutan juga, nggak random-random amat. Cuma pindah kota. Tapi selalu ada rasa seperti ini. Ada rasa was-was ketika kamu akan meninggalkan zona nyamanmu. Di postingan saya beberapa bulan yang lalu, saya menulis tentang bagaimana saya harus mencintai kota yang akan saya tinggali besok. Oh tapi ya tetep aja sih. Tetep was-was, tetep segan.

Tapi bagaimanapun juga, bagaimanapun besok hari, kasur di kamar seolah berbisik kepada saya bahwa: "kemanapun kamu pergi, aku akan tetap akan menunggumu, dan tetap akan menjadi yang paling nyaman untuk kau kembali". Buahahahah opoh! Gek lungo, gek kerjo sek bener, gek mapan. Amin. Kesempatan sudah datang, sudah harus berhenti untuk terus diam di sini, harus terus bergerak. Semoga benar adanya bahwa nantinya, saya akan dapat mencintai Jakarta :)

You Might Also Like

2 comments