Hujan dan Hening yang Classy

9:38 PM



Iya, kita sama sama tahu, hujan menimbulkan berbagai macam rasa. Mulai dari rasa senang karena suara hujan yang ada karena biasanya harus dicari dari rainymood, atau rasa dingin yang lalu butuh hangat dari peluk atau uap teh manis, atau rasa jengkel karena jemuran belum diangkat, atau rasa khawatir karena jalanan mulai tergenang dan kendaraan mulai padat, atau "sial kenapa nggak bawa jas hujan!". Atau rasa-rasa yang lain.

Mungkin kamu berada di suatu selasar galeri, dan lalu tiba-tiba hujan, sedangkan kamu berada di suatu bagian galeri, di kafe, yang tidak bersahabat dengan kenyamanan dalam hujan. Suara-suara tertutup oleh deras bunyi hujan. Apalagi ditambah dengan semacam atap dari seng plastik (apalah namanya) yang mengamplifikasi deras bunyi hujan. Akustika ruanganmu menjadi kacau. Tapi di balik semua kebisingan itu, kamu hening. Kamu hening dalam hujan. Hening yang classy.

Mungkin kamu berada di suatu acara seni terbesar di kotamu. Orang-orang mengombak. Menjadi seperti laut karena terlalu banyak hingga tidak menyisakan ruang agak buih bergerak dan air mengalir. Lalu hujan mendera, seperti tidak direncanakan sebelumnya. Mungkin cabainya kurang ditanam, atau kolornya lupa dilempar. Lalu hujan membuat ombak tadi berhamburan seperti semut yang terancam. Lalu menumpuk dalam suatu tempat teduh yang penuh sesak. Dan ramai. Tapi kamu hening. Kamu hening dalam desak nafas dan lelah orang-orang. Hening yang classy.

Mungkin kamu berada dalam sebuah ruang yang dingin oleh pengkondisi udara yang terlampau dingin meski kamu atur suhu lebih dari 25 derajat. Di kaca itu, di kaca gedung itu, bulir-bulir hujan yang menimpa atap dan curtain wall, membanyak, mendistorsi bayanganmu di kaca. Mendistorsi dirimu yang sedang melihat hujan. Meski dari speaker komputermu terdengar November Rain, tapi dalam dirimu, kamu sedang hening. Kamu hening dalam ruangan penuh distorsi. Hening yang classy.

Mungkin kamu sedang berada dalam bilik kamarmu yang kecil. Dan kelaparan. Dan pada kondisi drama antara meneruskan kelaparan, atau membuat mie sedang tadi pagi kamu juga sudah sarapan pakai indomie goreng jumbo. Di balik buffet, ada 2 buah mi rebus pedas yang sangat menggoda untuk kamu makan. Sedangkan film yang kamu bajak dari internet sudah selesai kamu download. Seperti menyenangkan untuk dilihat sambil makan mi yang hangat. Kamu hening, dan masih kelaparan. Hening yang agak classy.

Atau kamu sedang di luar.
Sedang kedinginan melawan hidup. 

Dalam riuh dan bising ibukota yang hujan, kamu melakukan pekerjaan yang seolah adalah lalat yang tidak berarti bagi orang-orang lain. Menawarkan payung pada ibu-ibu yang turun dari taksi, menyemprot semacam sabun ke kaca mobil-mobil yang macet, menjaga belokan U-turn dan membuat tambah macet karena seenaknya mengatur lalu lintas, menjual koran yang basah, mengecor struktur pondasi bangunan lantai 34, menggosok batu, membuatkan nasi goreng kepada supir taksi di tengah malam, menunggu dan bertanya pada penumpang kereta ekonomi apa ada barang yang mau dibawakan, atau hal-hal lain yang bahkan tidak terbayang. Seolah-olah, hidup adalah kutukan yang pahit karena kamu hanya menjadi asteroid yang terlupakan di hingar bingar ibukota. Kamu kedinginan, sedangkan selimutmu tidak cukup tebal untuk membuatmu hangat. Dan dalam hujan itu, heningmu adalah sesuatu yang mahal. Berganti menjadi doa. Dan harapan-harapan. Heningmu adalah suara-suara yang keras, berteriak hingga ujung semesta. Heningmu adalah sebuah pertanyaan terhadap ruang dan waktu. Jauh lebih classy dari seseorang yang hanya bisa memuja hujan dalam romantisme absurd.

Dalam hening hujan ini, rasa dan do'a mengalir menjadi satu, melewati sungai yang keruh dan bau, menuju laut dengan sejuta tujuan.


Jakarta, dalam suatu hujan, 
dalam hening yang agak classy.

You Might Also Like

0 comments