Misguided

1:01 PM



Dia lalu berkata, "buat apa sih kita hidup?
 ..we're just another vessel, trapped in the world that has no ending, unless we die".

Iya. Kata fin itu hanya akan muncul ketika kamu mati. Tidak seperti film, kata fin tidak muncul ketika cewek yang kamu kejar akhirnya jatuh cinta padamu. Tidap pula ketika kamu akhirnya diwisuda, atau berhasil mencapai pekerjaan impian, atau juara turnamen nasional, atau berhasil mengenyahkan penjahat.

**

Itu adalah hari yang kelabu. Hujan agak deras di luar sana, sedangkan kami sama-sama tidak membawa payung. Ada warung indomie di seberang jalan. Sepertinya kami memiliki kesadaran yang sama untuk menepi dan menikmati indomie. Sama juga dalam memilih untuk membeli mi rebus rasa soto dengan telor dan kornet. Kopi saset juga bukan ide yang buruk, tapi dia lebih memilih teh hangat.

"Orang-orang yang ada di dalam mobil itu, dia tidak selayaknya memiliki romansa dalam hujan. Seharusnya dia menghapus seluruh update status dari seluruh media sosialnya jika ada sesuatu yang mengandung kata hujan!"

Dia agak sedikit basah sehabis berlari di tengah hujan tadi. Memakai kerudung hitam yang pendek, sweater agak kebesaran berwarna merah tua, dan celana jeans. Dia lalu mengeluarkan handphone-nya. Membuka salah satu media sosial, dan mulai mengetik sesuatu. Lama kemudian, setelah agak panjang, dia menutup handphone-nya.

"Nggak jadi dipos?"

"Nggak. Terlalu menye. Haha"

Mi rebus sudah jadi. Harumnya yang khas, ditambah bunyi hujan dan udara dingin yang dibawanya, menambah nafsu lapar untuk segera lalu menyantapnya.

"Betah di sini?" Dia memulai obrolan.

"Kalo dibilang betah sih.."

"Haha, kebanyakan orang sih bilang kayak gitu. Pakai sih. Haha.."

"Haha.."

"Memang, apa sih yang kamu cari?"

"..."

2 tahun di ibu kota, dan hidup tidak juga membaik. Dia juga sama. Bekerja sebagai staff salah satu televisi nasional. Setiap hari, dia harus mengkoordinir acara dangdut yang entah kenapa syuting hampir 7 hari seminggu.

"Padahal sebelom masuk sini, boro-boro kenal sama artis dangdut, dengerin aja kaga. Sekarang, kamu tanya apa album-albumnya Iis Dahlia juga gue hafal!"

Di luar sana, anak-anak kecil di perempatan jalan yang macet itu meyemprotkan semacam sabun ke kaca-kaca mobil melalui botol aqua yang tutupnya sudah dilubangi. Pengendara mobil tampaknya enggan untuk protes, meskipun hasil dari air sabun tadi malah membuat kaca dari mobilnya menjadi buram. Mereka hanya sanggup untuk secepatnya memberi pecahan uang koin agar anak-anak itu cepat pergi dari mobilnya, untuk kemudian pindah ke mobil yang lain.

**

"Ketika bicara tentang tujuan hidup, kamu lebih suka untuk membicarakan yang mana: mimpi, atau agama?"

Dia mengerutkan dahinya. Mi di mangkoknya telah habis.

"Mimpiku dari dulu cuma satu. Menjelajahi negeri ini, bekerja pada LSM atau apapun. Aku ingin berguna dalam hidup, dan setidaknya, aku ingin meninggalkan sesuatu. Semcam legacy. Agama bagiku adalah prinsip dan arahan dalam hidup yang..."

Tiba-tiba dia berhenti berbicara. Hujan masih deras. Ada rombongan anak-anak yang sedang dimarahi oleh ibu-ibu gendut di luar stasiun di seberang jalan. Dia marah karena anak-anak ini tadi berlari seenaknya sehingga menjatuhkan baju yang baru saja dibeli ibu tadi.

"...bukankah di dalam kitab, kita hanya perlu untuk menyembah Tuhan saja kan?"

Kopi yang hangat pelan-pelan menjadi dingin. Jakarta yang panas seolah berubah menjadi Bandung yang dingin.

"Aku tetap tidak ingin tidak peduli dengan mimpi."

**

Hujan pelan-pelan berhenti. Asap rokok dari pemuda di seberang meja membaur dengan harum kopi saset dan udara yang dingin. Kami membayar, lalu bergegas menuju stasiun KRL. Jika sesuai dengan jadwal, 5 menit lagi kereta yang menuju Tanah Abang akan tiba.


--dalam rangkaian Cerita Lain di Hari Hujan yang sepertinya akan asik untuk dilanjutkan :)

You Might Also Like

0 comments